Nasib Saintis: Prediksi Benar dianggap Biasa, Prediksi Salah dihujat

L’Aquila, Italia (Sumber: Wikipedia.org)

FGMI Online- Mungkin di Indonesia jarang yang tahu mengenai kasus penangkapan enam saintis Italia mantan  Komisi Nasional Bahaya Italia. Mereka didakwa karena tindak kriminal kelalaian atas gempabumi besar yang melanda kota L’Aquila di Italia Tengah yang telah menewaskan 308 orang pada 6 April 2009. Penangkapan ini termasuk kepada Profesor Franco Barberi, vulkanolog terkenal secara internasional yang pertama kali memenangkan Wager Medal dari International Association of Volcanology and Chemistry of the Earth’s Interior (IAVCEI) pada tahun 1974 (Cas, 2012).

Kerusakan akibat gempa di L.Aquila, Italia (Tarantino, 2009)
(BBC news, 2011)
(My-bellavita.com, 2009)

Gempa besar telah didahului oleh banyak gempa kecil, beberapa hari sebelum kejadian itu, komisi bencana rupanya telah memberikan saran yang kurang akurat kepada Pemerintah Italia bahwa kemungkinan terjadi gempa besar itu tidak mungkin. Pada tanggal 22 Oktober 2012 mereka dihukum dengan pasal pembunuhan kemudian divonis enam tahun penjara dan harus membayar denda. Keenam saintis yang ditangkap dalam kasus pembunuhan di L’Aquila karena kelalaian dalam prediksi gempa tahun 2009 antara lain:

  • Franco Barberi, Kepala Komisi Bencana Serius Italia
  • Enzo Boschi, eks Presiden National Institute of Geophysics
  • Giulio Selvaggi, Direktur Pusat Gempabumi Nasional
  • Gian Michele Calvi, Direktur Pusat Teknologi Kegempaan Eropa
  • Claudio Eva, Ahli fisika
  • Mauro Dolce, Direktur Badan Perlindungan Sipil Terhadap Resiko Gempabumi
  • Bernardo De Bernardinis, eks Wakil Presiden Departemen Teknis Badan Perlindungan Sipil
    (Cas, 2012).

Mereka bukanlah pemula, tetapi mereka saintis terkemuka dengan pengalam bertahun-tahun di bidangnya. Menempatkan para saintis dalam kriminal karena kelalaian sangatlah tidak bermoral, karena mereka bukan yang menyebabkan gempa yang tidak bisa mereka cegah dan prediksi seakurat mungkin, lalu mengapa mereka dinyatakan bersalah atas pembunuhan?. Penangkapan ini merupakan lelucon yang menjadikan mereka sebagai kambing hitam. Kesalahan prediksi seperti ini pernah terjadi ketika bencana gempabumi di Christchruch, Selandia Baru, dimana gempa besar tidak dapat diprediksi dan kota tidak dievakusi bahkan ketika krisis gempa datang (Cas, 2012).

Prediksi waktu, magnitudo, dan memperkirakan resiko dampak dari semua bencana alam (gempabumi, letusan gunungapi, tsunami, longsor, banjir, dan lain-lain) sangatlah sulit. Mereka hanya dapat memperkirakan dengan spektrum skenario dari kasus terburuk hingga kasus terendah yang diusulkan. Para saintis memang bertanggungjawab memberikan saran berdasarkan pemahaman mereka pada situasi saat terjadi bencana dan pengalaman yang relevan dari tahun-tahun sebelumnya. Bagaimanapun juga mereka tidak bisa memberikan prediksi yang tepat setiap saat. Hal ini bukan karena ketidakmampuan teknologi atau bukan karena mereka tidak kompeten dan lalai, tetapi sederhana saja karena alam benar-benar sulit untuk diprediksi dampak dan besarnya pada setiap peristiwa bencana. Karena mereka sebenarnya telah melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan dalam keadaan untuk membantu memberikan saran kepada pemerintah (Cas, 2012).

Sialnya mereka yang menjadi saintis dalam kebencanaan, saat prediksi benar itu dianggap biasa saja, bahkan tanpa ucapan terima kasih, sedangkan saat prediksi salah akan dihujat dan diingat sepanjang masa kesalahannya. Padahal tak sedikit para saintis yang “mengorbankan nyawanya” dalam penelitian-penelitian kebencanaan hanya untuk satu tujuan “menyelamatkan nyawa orang lain”.
Sedangkan kesalahan prediksi pengeboran yang dilakukan oleh perusahan migas dalam eksplorasi itu tidak diangap kriminal, padahal kesalahan prediksi besar dan dampak bencana dengan kesalahan prediksi dalam pengeboran sama-sama merugikan negara. Hal seperti ini terjadi di negara maju seperti Italia yang telah banyak melakukan penelitian secara detail dalam bidang kebencanaan seperti letusan gunungapi dan gempa. Bagaimana dengan Indonesia yang memiliki sangat banyak potensi bencana, tetapi sangat sedikit melakukan penelitian dalam bidang kebencanaan?.
Semoga hal ini tidak terjadi di Indonesia dan pemerintah terus meningkatkan penelitian di bidang kebencanaan demi mengurangi dampak dari suatu bencana yang tidak pernah kita harapkan datang. Sebagai kalangan geosaintis sebaiknya kita menjadi duta yang selalu tanggap bencana dan tetap waspada dimana pun kita berada dan bekerja dalam bidang apapun. Karena bencana datang tanpa diduga-duga.

Penulis : Arul Kamil  (Peneliti Vulkanologi Universitas Diponegoro)

Referensi
Anonim, “ L’Aquila “ <http://id.wikipedia.org/wiki/L%27Aquila>, 5 November 2012.
Anonymous, “ Calabria Mourns for L’Aquila Earthquake Victims ” <http://my-bellavita.com/2009/04/08/calabria-mourns-for-laquila-earthquake-victims/>, 5 November 2012.
Anonymous, “ Italy scientists on trial over L’Aquila earthquake “ <http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-14981921 >, 5 November 2012.
Cas, Ray, <ray.cas@monash.edu>, “ Conviction of Scientists in Italy Involved in the 2009 l’Aquila Earthquake Disaster, Italy – A Response from IAVCEI“ email from Ray Cas, 26 October 2012.
Tarantino, Alessandra, “ L’Aquila earthquake of 2009: rubble-strewn neighbourhood in the village of Castelnuovo, Italy, after the earthquake on April 6, 2009 ” <http://www.britannica.com/EBchecked/media/153572/A-man-walking-through-a-rubble-strewn-neighbourhood-in-the>, 5 November 2012.

admin

Administrator website FGMI. Email : sekretariat@fgmi.iagi.or.id

Leave a comment

  • Jaringan

  • Follow Us On Instagram

  • Crown palace Blok C No. 28
    Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No 231
    Tebet, Jakarta 12870

    Telp:(021) 83702848 - 83789431
    Fax: (021)83702848
    Email: sekretariat@fgmi.iagi.or.id