Menyingkap Rahasia Calon Geopark Plato Dieng : Jejak Harta Karun Tersembunyi dari Warisan Gunung Dieng

Landscape Dieng Plateu dari Gunung Prau. Foto: Deni Sugandi

Kawasan Dataran Tinggi Dieng atau lebih dikenal dengan Dieng Plateau merupakan suatu wilayah di tengah-tengah Pulau Jawa, terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kawasan Dataran Tinggi Dieng terletak pada beberapa wilayah administratif, yaitu sebagian besar masuk wilayah Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. Kawasan Dataran Tinggi Dieng menjadi suatu daya tarik tersendiri dengan ketinggian daerah mencapai ± 2000 mdpl dengan dianugerahi berbagai macam potensi.

Apa itu Geopark?

Geopark atau yang sering disebut sebagai Taman Bumi merupakan sebuah wilayah geografi tunggal atau gabungan, yang memiliki Situs Warisan Geologi (Geosite) dan bentang alam yang bernilai, terkait aspek Warisan Geologi (Geoheritage), Keragaman Geologi (Geodiversity), Keanekaragaman Hayati (Biodiversity), dan Keragaman Budaya (Cultural Diversity), serta dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan keterlibatan aktif dari masyarakat dan Pemerintah Daerah, sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan lingkungan sekitarnya.

Keragaman geologi (geodiversity) Kawasan Dataran Tinggi Dieng berkaitan erat dengan aktivitas gunungapi yang diiinterpretasikan oleh para ahli geologi mengenai Pembentukan Plato Dieng dengan membaginya 3 episode letusan Gunungapi Dieng berdasarkan umur relatif, sisa morfologi, tingkat erosi, hubungan stratigrafi dan tingkat pelapukan. Singkatnya, pada fase awal terjadi letusan besar dari Gunung Dieng yang menimbulkan Depresi Batur sebagai kaldera raksasa dataran tinggi (plato) dieng. Sisa morfologi yang paling terlihat adalah dengan adanya morfologi Gunung Prau sebagai salah satu pagar dari kaldera tersebut.

Gambaran Kaldera Raksasa akibat Depresi Batur. Foto: Google Maps

Kemudian Pada episode letusan kedua akibat menimbulkan terbentuknya morfologi tinggian yang menjadi perbukitan kerucut vulkanik dan morfologi rendahan akibat depresi membentuk suatu cekungan. Perbukitan vulkanik yang dihasilkan membentuk beberapa bukit yang sering dikenal sebagai Bukit Sikunir, Gunung Pakuwaja, Gunung Bisma dan Komplek Batu Ratapan Angin. Kemudian dari morfologi rendahan yang dihasilkan terisi oleh air yang membetuk beberapa telaga yang kita kenal sebagai Telaga Warna, Telaga Pengilon, Telaga Menjer, Telaga Cebong, Telaga Merdada, Telaga Dringo, Telaga Sewiwi. Kemudian ada Sumur Jalatunda yang secara morfologi dan genesa diinterpretasikan pembentukanya sama dengan danau. Pada beberapa daerah juga terbentuk patahan-patahan yang membentuk curug (air terjun) yang diantara nya yang sering kita kenal ada Curug Sikarim, Curug Sirawe, Curug Sigenting dan Curug Merawu.

Kenampakan Gunung Pakuwaja, Curug Sikarim, Batuan Beku Andesit dan Telaga Dringo. Foto: Gilang Agatra

Kemudian Pada episode letusan ketiga terjadi letusan muda pada titik-titik kawah aktif dari letusan sebelumnya. Hal ini sebagai pertanda masih aktifnya Gunung Dieng sampai saat ini. Kawah aktif yang di ditemukan disana diantaranya ada Kawah Sikendang, Kawah Sikidang, Kawah Sileri, dan Kawah Candradimuka serta Kawah Timbang yang diidentifikasi paling beracun dari semuanya. Batuan yang ada pada kawah tersebut sebagian besar sudah terubahkan menjadi batuan alterasi akibat adanya aktivitas vulkanik yang mengubah batuan tersebut. Pada bagian kawah juga dihiasi dengan adanya geyser (semburan mataair panas).

Kenampakan Kawah Candradimuka, Batuan Ubahan, dan Geyser. Foto: Gilang Agatra

Dari sisi keragaman hayati (bodiversity), Dieng dengan cagar alamnya menjadi rumah bagi hewan-hewan dan tetumbuhan endemik Jawa. Beberapa di antaranya ada yang menjadi produk pertanian yang menjadi unggulan dari daerah Dieng (purwaceng, terong belanda, cabe dieng dan carica). Dieng memiliki 3 cagar alam yang ditetapkan oleh BKSDA Jawa Tengah pada tahun 2018 yang diantaranya yaitu Taman Wisata Alam Tlogo Warno dan Pengilon, Cagar Alam Tlogo Semurup dan Cagar Alam Tlogo Dringo.

Purwaceng, Domdi (Domba Dieng), dan Carica. Foto: Par Par Priatna/Badan Geologi

Kemudian dari sisi keragaman budayanya (cultural divesity), Dieng sangat kaya dengan tradisi dan tinggalan budaya seperti tarian, kompleks percandian dan lain-lain. Diantaranya ada Kompleks Candi Arjuna, Candi Dwarawati, Lennger Topeng dan Ruwat Rambut Gimbal yang biasanya masuk dalam rangkaian Dieng Cultural Festival disetiap tahunnya.

Kompleks Candi Arjuna (Foto: Par Par Priatna), Ruwat Rambut Gembel (Foto: Dowisata), dan Tarian Lengger Topeng (Foto: travel.masifan)

Kawasan Dataran Tinggi Dieng sudah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025. Peraturan tersebut kemudian dipertegas menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi (KSPP) Jawa Tengah yang masuk dalam Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP) lima cakupan wilayah Borobudur-Dieng sekitarnya dalam Peraturan Gubernur nomor 6 tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012–2027.

Hal ini menjadikan Kawasan Dataran Tinggi Dieng telah siap dengan potensi nya dan dapat segera untuk diajukan sebagai bagian dari Geopark Nasional maupun jaringan UNESCO Global Geopark.

 

Gilang Agatra

Divisi Media & Jurnalistik

FGMI 2019-2021

Admin2 FGMI

Leave a comment

  • Jaringan

  • Follow Us On Instagram

  • Crown palace Blok C No. 28
    Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No 231
    Tebet, Jakarta 12870

    Telp:(021) 83702848 - 83789431
    Fax: (021)83702848
    Email: sekretariat@fgmi.iagi.or.id