Mengenal Letusan Tambora 1815

Tambora yang indah dengan kaldera berdiameter 7 km, kedalaman 1,2 Km (Wibosono, S.C.2017). Kaldera tambora yang angkuh dan megah, kehidupannya ramah terhadap penghuni Tambora, sumber daya alam yang melimpah, tanahnya yang subur. Hutan gunung tambora dipenuhi dengan beraneka ragam hayati, hamparan jenggala membentang subur di sebelah barat daya dan utara. Pemandangan elok Tambora membuat negeri Sumbawa menjadi suatu wisata yang wajib dikunjungi. Morfologi gunung api Kuarter – Resen berjajaran di bibir Tambora serta morfologi daratan di sepanjang pesisir (Tambora Geopark, 2014). Siapa sangka sejagat Tambora dengan keindahan yang menyejukkan mata tidak akan pernah lepas dari gelapnya kejadian 206 tahun silam. Peristiwa lama dengan kisah bencana kemanusiaan juga lingkungan yang memilukan. Letusan eksplosif bersejarah besar serta mengakibatkan kehilangan lebih dari 117.000 jiwa (Lewis J. Abrams, 2007).

Gambar 1. Kaldera Tambora, diameter 7 km, kedalaman 1,2 km, puncak tertinggi 2851 Mdpl.
Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 2017

 

Gambar 2. Gunung Tambora dari kepulauan Indonesia dan Australia.
Sumber: Peta GMT, Wessel dan Smith, 1995, Model elevasi digital etopo dari Smith dan Sandwell, 1997 dalam Lewis J. Abrams, 2007)

 

Gelegar maha dahsyat Gunung Tambora menjadi erupsi terbesar dalam sejarah ingatan manusia. Salah satu letusan gunung api Nusantara yang merubah wajah dunia. Dentuman gema erupsi terdengar di berbagai penjuru kepulauan pada 1 april hingga mencapai puncak letusan pada tanggal 10 – 11 April 1815. Letusan gunung api berupa plinian yang membentuk perlapisan endapan setebal 40 – 150 cm menutupi hampir seluruh lereng dan tersebar ke bagian barat di luar wilayah api dengan aliran piroklastik yang dikontrol oleh gravitasi bergerak ke arah barat, utara dan selatan dari pusat letusan seberat 140 Miliar Ton (ESDM, 2021). Pelepasan gas dari magma dan lava yang terpanaskan dengan kecepatan puluhan kilometer. Kolom abu dan batu apung (Plinian) yang menjulang tinggi sejauh 43 km hingga lapisan stratosfer (Gambar 4). Angin bujur memporak porandakan partikel letusan di sekeliling dunia hingga menciptakan fenomena matahari terbenam yang berwarna dan senja di negeri The Big Smoke (Gambar 3). Mengapa tidak, posisinya yang strategis dan terbentuk oleh pergerakan zona subduksi diantara 127 gunung api lainnya. Muntahan material dengan Volcano Eruption Index 7 menutupi lapisan stratosfer dengan debu dan gas vulkanis yang cukup tebal dalam waktu yang lama. Beberapa energi dari radiasi matahari hilang untuk memanaskan bumi. Penelitian yang dilakukan oleh Richard Stothers (1984) terhadap suhu udara memberikan informasi terjadi penurunan suhu udara dunia sebesar 0.4°C – 0.7°C dari normalnya sehingga berdampak pada perubahan iklim dan cuaca secara global (Ulfah, Ariyas, 2018). Langit gelap yang kelam, iklim musim dingin menjadi lebih panjang, musim hujan berkurang, dan suhu lebih dingin berakibat pada perubahan ekosistem hingga kegagalan panen (Tantri, Erlita. 2019).

Gambar 3. Lukisan yang menunjukan matahari terbenam berwarna dan senja karena aerosol vulkanik Tambora, Chichester Canal, J.M.W. Turner.
Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 2017
Gambar 4. Penyebaran dan ketebalan abu vulkanis Tambora.
Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 2017

Gempa vulkanis dan runtuh nya kawah Gunung Tambora dari ketinggian 4300 Mdpl menjadi 2851 Mdpl menciptakan gelombang tsunami di beberapa pesisir pantai seperti Sumbawa, Bima, Bali, Makassar dan wilayah Jawa Timur (Ulfah, Afriyas. 2018). Dalam hitungan hari, hujan abu yang tiada henti berakibat pada punahnya 4 kerajaan besar di Pulau Sumbawa yaitu Kerajaan Sianggar, Kerajaan Tambora, Kerajaan Papekat dan Kerajaan Dompu yang tidak tahu dimana jejaknya dan tidak sedikit nyawa yang tewas. Lapisan tebal erupsi seolah menenggelamkan tapak-tapaknya. Leli leli doro tambora (hancur Gunung Tambora), mbre afi mbre moti (banjir lava banjir lautan), mbaru mbere oi mada (berlinang air mata), banyak orang berlari ketakutan, suasana hening dan mencekam, dunia terasa dingin dan abu bertebangan, seakan gempa bumi akan datang (Gambar 5). Begitulah suasana hati masyarakat Tambora, dihantui dengan ketakutan, apakah aktivitas Gunung Tambora akan terulang lagi atau telah usai sampai disini.

Gambar 5. Rekonstruksi petaka Tambora, artis National Geography Indonesia.
Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 2017

 

Referensi:

Afriyas Ulfah, 2018. Letusan Tambora yang Merubah Iklim Dunia. https://eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20180417132214_8i7l4q_Letusan-Tambora-Yang-Merubah-Iklim-Dunia.pdf. Diakses pada 18 Agustus 2021.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Pengenalan Gunung Api, https://www.esdm.go.id. Diakses pada 14 Agustus 2021.

Lewis J. Abrams., Haraldur Sigurdsson. 2007. Characterization of pyroclastic fall and flow deposits from the 1815 eruption of Tambora volcano, Indonesia using ground-penetratingradar.161(4),352-361.doi:10.1016/j.jvolgeores.2006.11. 008

Tambora Geopark. 2014. Cultural Diversity Tambora. URL: https://www.tamborageopark. com/block/culture-diversity/. Diakses tanggal 15 Agustus 2021.

Tantri, Erlita. 2019. Narasi Dampak Letusan Gunung Tambora 1815. Puslit Kewilayahan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Vol. 20, No. 2.

Wibisono, Sonny C. 2017. Bencana dan Peradaban Tambora 1815. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta 2017.

Admin2 FGMI

Leave a comment

  • Jaringan

  • Follow Us On Instagram

  • Crown palace Blok C No. 28
    Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No 231
    Tebet, Jakarta 12870

    Telp:(021) 83702848 - 83789431
    Fax: (021)83702848
    Email: sekretariat@fgmi.iagi.or.id