Berita Internal FGMI

FGMI Berkolaborasi dengan ISPG pada ESK-27 di Jakarta : Borehole Image

 

Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) berkolaborasi dengan Indonesia Society of Petroleum Geologists (ISPG) menyelenggarakan acara Experience Sharing Knowledge (ESK) dengan pembicara Merza Media Adeyosfi, Borehole Geologist Schlumberger.

Merza Media Adeyosfi, Pembicara pada ESK ke-25, Jakarta

Kegiatan ini dibuka dengan kata sambutan oleh Presiden ISPG, Julianta Panjaitan yang juga merupakan perwakilan Medco E&P Natuna yang turut mendukung kegiatan ESK kali ini. Dilanjutkan dengan kata sambutan oleh Ketua Umum FGMI, Nurcholis serta pemaparan rangkaian acara oleh ketua acara ESK kali ini, Bella Dinna Safitri.

Materi yang disampaikan sangat menarik dan bertahap, di awali dengan pengenalan dan akuisisi borehole image dengan menggunakan tools yang beraneka ragam, selanjutnya mengetahui data quality control dilakukan. Peserta turut aktif mengerjakan exercise yang telah disiapkan oleh pemateri. Pengerjaan exercise dilakukan secara berkelompok dan pembahasan tiap exercise dilakukan bersama-sama. Ditengah break, Presiden ISPG Julianta Panjaitan memaparkan kegiatan yang dilakukan ISPG. Pada kesempatan ini juga, Ketua Umum FGMI mensosialisasikan prosedur keanggotaan IAGI.

Diskusi Exercise  dalam Kelompok
Pembahasan Exercise antara Peserta dengan Narasumber

Materi dilanjutkan dengan pembahasan structural dan sedimentological analysis. Pada sesi ini, peserta kembali berdiskusi melalui exercise interpretasi borehole image terkait perbedaan fault dan fracture, sealing dan non sealing fault, identifikasi lithologi, penentuan facies, dan analisis paleocurrent.

Acara diakhiri dengan pemberian momento oleh Ketua Acara kepada pemateri dan sesi foto bersama panitia, pemateri dan peserta ESK kali ini.

Penyerahan Momento oleh Ketua Acara kepada Narasumber
Kegiatan Diakhiri dengan Foto Bersama d Narasumber dan Para Peserta

Pemilu Ketua Umum FGMI Periode 2017-2019

KRITERIA CALON KETUA UMUM FGMI 2017 – 2019

1. Anggota aktif (memiliki nomor anggota) Forum Geosaintis Muda Indonesia.
2. Maksimal usia bakal calon ketua adalah 28 tahun per-Desember 2016.
3. Merupakan profesional muda dalam ilmu kebumian (Earth Science ).
4. Mempunyai pengalaman organisasi.
5. Mempunyai visi dan misi untuk memimpin dan membawa FGMI terus maju, yang dipaparkan saat kampanye.
6. Didukung minimal 10 orang anggota aktif FGMI. Setiap anggota aktif dapat memberikan hak dukungannya untuk 2 (dua) kandidat, dan menyertakan nomor anggota beserta KTP pendukung.
7. Mengisi formulir pencalonan ketua FGMI dengan benar.

 

PROSES PEMILIHAN

  1.  Pemilihan akan dilakukan melalui pemungutan suara daring (Online voting) yang dibuka pada pukul 00.00 WIB hingga 23.59 WIB.
  2.  Yang berhak memberikan pemungutan suara daring (Online voting) adalah anggota FGMI yang masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) FGMI.
  3.  Panitia tidak menerima SURAT KUASA pemilihan atau email berbeda dari yang terdaftar di sekretariat.
  4.  Yang berhak memilih adalah anggota FGMI yang telah MELUNASI PEMBAYARAN keanggotaan.
  5.  Ketua terpilih adalah calon yang mendapat perolehan suara terbanyak.

 

RANGKAIAN ACARA

28 November – 3 Desember 2016 : Pendaftaran bakal calon ketua FGMI
4 Desember 2016 : Verifikasi bakal calon ketua FGMI
4 Desember 2016 : Penetapan bakal calon ketua FGMI
5 Desember – 16 Desember 2016 : Kampanye calon ketua FGMI
17 Desember 2016 : Debat visi dan misi calon ketua FGMI
18 Desember 2016 : Penetapan daftar pemilih tetap (DPT) FGMI
19 – 21 Desember 2016 : E-voting
22 Desember 2016 : Perhitungan suara dan pengumuman

Geomuda Project: Mari Bergabung!

Geomuda Project

Posisi Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera memiliki keistimewaan tersendiri terutama secara Geopolitik. Sumber daya energi, potensi geowista, jalur perdagangan serta sumber daya perikanan menjadi primadona di kawasan zamrud khatulistiwa ini. Namun, hal ini menjadi tantangan karena Indonesia dikelilingi negara-negara lain, yang akhirnya akan berdampak ke strategi Geopolitik Indonesia.

Saat ini FGMI berencana untuk membentuk tim “GeoMuda Project“. Ini adalah non-profit project yang nantinya akan fokus dalam kajian/ riset tentang geopolitik indonesia. Bagi anda para profesional muda dengan latar belakang ilmu kebumian yang memiliki ketertarikan terhadap kajian geopolitik, serta ingin menjadi bagian di dalam tim “GeoMuda Project” maka silahkan mendaftar dengan mengirimkan persyaratan sbb:
1. CV
2. Opini dengan tajuk “Geopolitik Indonesia di Era Globalisasi” (1 halaman)

Ke alamat email:
redaksi@fgmi.iagi.or.id
Cc: aldis.ramadhan07@gmail.com

paling lambat 23 Oktober 2016.

7 kandidat terbaik akan kami undang untuk bergabung ke dalam tim “GeoMuda Project” ini. Mari bergabung dan berkontibusi bagi Negeri.

ESK-24 di Balikpapan: Melirik Pengembangan Shallow Gas di Lapangan Tunu, Blok Mahakam

Para Narasumber dan Peserta ESK-24, 2016 di Balikpapan
Para Narasumber dan Peserta ESK-24, 2016 di Balikpapan

Balikpapan, FGMI Online – Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) bekerja sama SM-IAGI STT Migas Balikpapan mengadakan acara Experience Sharing Knowledge (ESK)ke-24 di Balikpapan untuk pertama kalinya pada hari Minggu, 29 Mei 2016.

Kegiatan ESK kali ini menghadirkan empat pembicara untuk membahas berbagai isu menarik mengenai eksplorasi dan pengembangan shallow gas, baik dari kajian geologi dan geofisika serta risikonya di dalam pengeboran.

Tema tersebut diambil oleh karena selama ini di Blok Mahakam, khususnya lapangan Tunu milik Total E & P Indonesie (TEPI) sangat menghindari zona dangkal untuk menjadi target reservoir. Akan tetapi, zona dangkal di lapangan Tunu, Blok Mahakam kini justru dicari. Selain itu, acara ini bertujuan untuk membawa peserta memahami lebih dalam mengenai seluk-beluk Blok Mahakam, khususnya Lapangan Tunu mulai dari kajian geologi, geofisika, dan operasi pengeborannya.

Sesi pertama dipaparkan oleh Argo Wuryanto, Geologist Tunu Shallow TEPI. Argo membawakan presentasi yang berjudul “Developing Shallow Reservoir Target – Mahakam (Lower Kutai Basin).Menurut Argo, lapangan Tunu pada awalnya merupakan lapangan raksasa di blok Mahakam yang memiliki luas sebesar 75km x 18km. Lapangan tersebut pertama kali ditemukan tahun 1967-1974 dan proses produksi dimulai pada 1990-1994. Selanjutnya, pengembangan industri dimulai tahun 1995 dan berlangsung hingga saat ini.

Dahulu, kegiatan pengeboran di Lapangan Tunu selalu menghindari reservoir-reservoir di zona dangkal. Hal ini dikarenakan terdapat banyak shallow gas atau yang lebih dikenal dengan biogenic gas di daerah tersebut. Gas biogenik merupakan gas yang diproduksi bakteri metanogenik pada suhu 750C. Proses kimia yang terjadi pada gas biogenik adalah reduksi dan fermentasi. Untuk proses reduksi terjadi pada lingkungan laut (marine) sedangkan proses fermentasi pada lingkungan laut dalam (deepwater). Kedua proses tersebut akan menghasilkan gas methana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Proses tersebut sangat berkaitan dengan rata-rata pengendapan dari sedimen dan suhu yang cocok untuk terbentuknya gas methana.

Adapun penyebaran gas biogenik di Indonesia dapat dilihat pada beberapa lapangan, yaitu:

  • Lapangan Wunut – Lapindo: Volkaniklastik, kedalaman tidak diketahui.
  • Lapangan Karangringin – Pertamina: Marine sediment pada kedalaman 300-400m.
  • Lapangan Bentu – EMP: Marine sediment pada kedalaman 600-700m.
  • Lapangan Tunu – Total: delta.

Secara konsep stratigrafi, prograding sedimentation sangat berlaku di Mahakam. Bentuk sungai Mahakam yang berkelok-kelok membuat arus sungai di hulu sangat kuat sedangkan begitu ke arah laut arus semakin lemah. Peristiwa tersebut membentuk adanya prograding sedimentation. Semakin ke atas semakin kasar (prograde) sehingga akan ditemukan channel yang semakin tebal dan terkoneksi. Secara umum siklus regresif (penurunan muka air laut) bekerja lebih dominan dibandingkan dengan siklus transgresi (kenaikan muka air laut).

“From hazard becoming targets” merupakan istilah yang tepat untuk membahas shallow gas di Tunu. Data-data Log (Gamma Ray, Resistivity, Density, dan Neutron), Total Gas, dan akusisi seismik sumur main zone, keseluruhannya dipakai untuk eksekusi shallow target. Dengan berbekal data-data tersebut, Total E & P Indonesie mulai melakukan pengeboran di zona dangkal tahun 2011 sampai dengan sekarang.

Sesi kedua diisi oleh Rangga Bramantio, Head of Geophysic TEPI. Didampingi oleh Debrina Sugiarto, keduanya memaparkan keberhasilan Total E & P Indonesie dalam menemukan potensi sumber gas dari lapangan raksasa Northwest Tunu 3D (NWT 3D) di Blok Mahakam yang berpotensi dengan kandungan gas sebesar 700 juta kaki kubik.Potensi gas itu diyakini dapat mendukung seluruh lapangan yang masih dipakai Total. Melakukan survei seismik 3 dimensi di Lapangan Tunu tentunya bukan proses yang mudah. Banyak hal yang harus dikorbankan dalam melakukan seismik untuk mencari potensi minyak atau gas bumi di bawah permukaan.

Pada Oktober 2014 lalu, perusahaan TEPI menyelesaikan survei seismik 3D di Lapangan Tunu yang telah berlangsung sejak April 2012. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk menentukan dan mencari lokasi reservoir yang menjadi target pengeboran dan lokasi sumur, di zona Northwest Tunu. Berbagai tantangan harus dihadapi pada saat melakukan survei seismik ini, oleh karena Lapangan Tunu berada di daerah rawa-rawa hutan mangrove sehingga banyak terdapat tambak udang, sungai, dan instalasi GTS. Pekerjaan tersebut harus dilakukan secara hati-hati oleh karena kegiatan seismik menggunakan teknologi peledakan mutakhir, peralatan dalam jumlah besar, serta melibatkan ribuan pegawai.

Setelah survei seismik dilakukan, berlanjut ke tahap berikutnya yaitu processing data, akusisi, dan interpretasi. Dilihat dari litologinya, reservoir di Lapangan Tunu ini terdiri atas interkalasi shale, sand dan coal. Keseluruhannya tipis-tipis, akan tetapi jumlahnya sangat banyak. Rata-rata kolom gas di Lapangan Tunu adalah berkisar 6meter dan yang paling tebal sekitar 16meter. Adapun gas bearing sand vs coal dapat dibedakan pada seismik dengan menggunakan seismic processing. Metodologi geofisika yang digunakan pada Tunu Shallow yaitu: gas discrimination, surface extention/ connection, quantitative: net pay to reserve, dan well design.

Sesi terakhir membahas tentang resiko operasi shallow gas selama pengeboran oleh Roy Lesmana, Deputy Well Geology and Petrophysic Department, Total E & P Indonesie. Roy memaparkan soal shallow gas secara umum dan prosedur pada shallow gas.

Shallow gas terakumulasi pada kedalaman dangkal. Hal tersebut dapat ditemukan selama proses pengeboran. Dengan tekanan formasi pada kedalaman dangkal, kekuatan shoe sebelumnya tidak dapat menahan jika ada tendangan (kick). Hal ini dikarenakan litologi pada kedalaman dangkal didominasi oleh material lepas seperti pasir (sand), lempung (clay), dan gambut (peat) serta pada shallow gas drilling hanya dilengkapi diverter untuk menahan tekanan formasi yang maksimal tekanan 500psi.

Adapun beberapa bahaya selama pengeboran shallow gas adalah:

  1. Swabbing: disebabkan oleh kehilangan hidrostatik lumpur pada sumur dan tendangan shallow gas pun terjadi. Trip out pipe pada zona shallow gas biasanya dilakukan dengan pumping out of hole untuk mencegah swabbing.
  2. Mud Weight (MW): selama pengeboran terjadi MW harus konsisten. Jika MW >>> tekanan formasi maka akan terjadi cracking di dalam formasi. Sebaliknya, jika MW <<< tekanan formasi maka akan terjadi swabbing.
  3. Jika kecepatan penetrasi (rate of penetration/ROP) terlalu cepat dan tidak seimbang dengan kebersihan sumur (good hole cleaning) sehingga beban di annulus akan semakin berat sejalan dengan kenaikan Equivalent Circulating Density (ECD). Hal ini yang meyebabkan keretakan (fracture) pada formasi.

Untuk menanggulangi itu semua maka seluruh kegiatan pengeboran pada shallow gas harus mengikuti prosedur sebagai berikut:

  1. Investigasi shallow gas dengan data seismik.
  2. Seleksi tipe anjungan (rig) untuk lepas pantai (offshore) yang menyediakan perlengkapan selama zona shallow gas.
  3. Alat yang spesifik untuk pengeboran zona shallow gas.
  4. Prosedur spesifik untuk pengeboran zona shallow gas.
  5. Mempersiapkan sumber daya manusia yang baik untuk mencegah terjadinya human error.

Roy menceritakan pengalamannya pada saat menjadi Wellsite Geologist TEPI bahwa Safety First merupakan hal yang krusial. TEPI akan memberikan STOP CARD untuk siapa pun yang tidak mengikuti aturan yang berlaku selama pengeboran terjadi dan di kawasan anjungan. Sebelum pengeboran shallow gas dilakukan, terdapat beberapa persiapan yang dilakukan baik oleh Company Man, Wellsite Geologist, Mud Supervisor dan seluruh anggota yang terlibat di dalam pengeboran tersebut. Tahapan persiapan ini terdiri antara lain yaitu:

  1. Safety meeting: dilakukan sebelum melakukan pekerjaan pengeboran shallow gas. Safety meeting dipimpin langsung oleh Company Man.
  2. Mengecek berat jenis lumpur dan bacaan gas yang terekam pada alat di Mudlogging Unit.
  3. Membersihkan Conductor Pipe (CP).
  4. Pada pengeboran shallow gas harus ada senior baik itu senior Company Man, Wellsite Geologist, Driller, dan seluruh senior di bagian pekerjaan lain yang menunjang kegiatan shallow gas.
  5. Diverter harus sudah siap. Diverter ini berfungsi untuk menahan jika terjadi tendangan tekanan formasi. Perlu diingat bahwa diverter hanya dapat menahan tekanan formasi maksimal 500psi.

Keseluruhan ESK 24 berjalan lancar dan begitu banyak materi yang rinci, mengutamakan safety, dan memberikan pengetahuan baru mengenai shallow gas yang didapat oleh peserta. FGMI mengucapkan terimakasih kepada Argo Wuryanto (Geologist Tunu Shallow TEPI), Rangga Bramantio (Head of Geophysic TEPI), Debrina Sugiarto, serta Roy Lesmana (Deputy Well Geology and Petrophysic Department, TEPI) atas kesediaannya menjadi pembicara. FGMI juga mengucapkan banyak terima kasih atas seluruh peserta akan kehadiran dan partisipasinya dalam ESK 24, serta tentunya kepada SM-IAGI STT Migas Balikpapan atas kerjasamanya dalam penyelenggaraan ESK 24.

ESK 23 – Field Trip Borobudur: Teratai di Tengah Danau

Yogyakarta, FGMI Online – Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) kembali menyelenggarakan acara Experience Sharing Knowledge (ESK) ke-23 pada hari Sabtu – Minggu, 28 – 29 Mei 2016 di Yogyakarta. Acara ESK 23 merupakan acara pertama yang sekaligus menjadi peresmian FGMI chapter Yogyakarta.

Peresmian FGMI Chapter Yogyakarta
Peresmian FGMI Chapter Yogyakarta

Acara ESK kali ini terbagi menjadi dua acara. Pada hari pertama, Sabtu, 28 Mei 2016, diadakan pembekalan fieldtrip di kampus UPN “Veteran” Yogyakarta. Acara kedua pada hari Minggu, 29 Mei 2016 diisi dengan kegiatan field trip di area sekitar Candi Borobudur. Peserta field trip terdiri dari mahasiswa S-1 dan S-2 Teknik Geologi dan Teknik Kimia UPN, Teknik Geologi UGM, seta mahasiswa S-3 Teknik Geologi dan Geofisika UGM, IST AKPRIND. Tema ‘Teratai di Tengah Danau’ menceriakan kegiatan ESK 23 dan merupakan tema yang menarik untuk menunjukkan keunikan dan keindahan Borobudur, terutama dari aspek geologis.

Pembicara dalam ESK kali ini adalah Dr. Ir. Helmy Murwanto, M.Si. dan Ir. Sutarto, M.T.. Kedua pembicara bersama dengan tim peneliti UPN telah mendedikasikan waktunya dengan melakukan penelitian di sekitar candi Borobudur sejak tahun 1996.

Sebagai gambaran awal, Dr. Ir. Helmy bercerita tentang W.O.J Nieuwenkamp, seorang seniman dan arsitek Belanda yang menulis buku yang berudul Fiet Borobudur Meer (Danau Borobudur) pada tahun 1931. Di dalam bukunya, beliau menulis Candi Borobudur yang dibangun di atas sebuah danau purba, sehingga Candi Borobudur dapat disimbolkan seperti bunga teratai yang mengapung di atas kolam.

Hipotesis danau purba Nieuwenkamp tidak digubris oleh Van Erp yang menjadi pemimpin tim pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1907-1991 oleh karena tidak didukung dengan bukti yang kuat. Untuk membuktikan hipotesis Nieuwenkamp tersebut, Dr. Ir. Helmy menggunakan bukti geologi dan toponim (asal mula penamaan daerah).

Bukti geologi yang digunakan Dr. Ir. Helmy adalah penemuan lempung hitam yang merupakan produk endapan danau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lempung hitam di sekitar Borobudur mengandung banyak pollen dari tanaman komunitas rawa atau danau, antara lain Commelina Cyperaceaea, Nymphaea stellata dan Hydrocharis, juga fosil kayu. Setelah diteliti dengan analisis radio karbon C-14, diketahui bahwa lempung pada bagian atas ini berumur 660 tahun. Singkapan lempung hitam terjauh memiliki jarak 8 (delapan) kilometer dari Borobodur, yang setelah didata menghasilkan perkiraan umur 1,000 (seribu) tahun.

Penemuan Lempung Hitam yang Merupakan Produk Endapan Danau
Penemuan Lempung Hitam yang Merupakan Produk Endapan Danau

Di sepanjang sungai sekitar Candi Borobudur terdapat banyak jalur air yang masuk ke arah sungai. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan litologi. Soil yang berada di atas endapan lempung hitam tidak dapat melolosakan air ke bawah karena sifatnya yang kedap lempung, sehingga banyak air yang keluar di sepanjang teras sungai pada batas litologi.

Terdapat pula interpretasi bahwa danau tersebut pada awalnya merupakan bagian dari laut yang terjebak. Alasan dari interpretasi ini adalah ditemukannya beberapa sumur yang berair asin di Desa Cadirejo, Sigug dan Ngasinan.

Candi Borobudur dipercayai dibangun pada sebuah bukit yang terbentuk karena timbunan endapan material volkanik dari gunung-gunung yang mengitarinya. Timbunan endapan material vulkanik tersebut terbawa oleh Sungai Pabelan dari Gunung Merapi, Sungai Elo dari Gunung Merbabu, dan Sungai Progo dari Gunung Sumbing dan Sindoro.

Sungai-sungai di sekitar Borobudur pada mulanya bermuara ke Danau Purba. Namun, oleh karena aliran sungai semakin lama semakin terbendung oleh material vulkanik, pada akhirnya danau ini mengering yang menyebabkan sungai-sungai tersebut mencari jalurnya sendiri hingga kini mengarah ke Laut Selatan.

Bukti toponim (asal mula penamaan daerah) menunjukkan bahwa banyak nama dusun dan desa yang menunjukan lingkungan perairan. Misalnya, Desa Bumi Segoro yang terletak di sebelah barat daya Borobudur, dapat diartikan sebagai: “bumi”, yang berarti daratan dan “segoro”, yang berarti laut atau danau. Selain itu, terdapat juga Desa Sabrang Rowo di sebelah selatan Borobudur, dimana “sabrang” berarti menyebrang dan “rowo” berarti rawa atau danau. Ada juga Desa Kapalan yang dipercayai sebagai desa penghasil kapal yang digunakan untuk menyebrang ke Borobudur.

Penelitian yang dilakukan Dr. Ir. Helmy dan Ir. Sutarto memiliki tujuan untuk memahami sejarah perkembangan lingkungan sekitar Borobudur. Sejarah ini dimulai dari awal terbentuknya, yakni dugaan air laut yang terjebak sehingga berkembang menjadi danau, hingga kemudian berubah menjadi rawa dan pada akhirnya menjadi sebuah daratan.

Lebih dari sekadar tempat wisata, Borobudur memberikan material yang menarik untuk diteliti dari sisi geologisnya. Penelitian yang telah dilakukan patut diapresiasi dan dijadikan pembelajaran. Acara ESK 23 ini tentunya menghasilkan manfaat yang sangat besar dan diharapkan dapat menjadi awalan dari banyak kegiatan menarik lain di Yogyakarta di masa mendatang.

FGMI mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Helmy Murwanto, M.Si. dan Ir. Sutarto, M.T., seluruh tim peneliti UPN, dan para peserta ESK 23 atas partisipasinya dalam kegiatan field trip Borobudur: Teratai di Tengah Danau. Sampai jumpa di ESK berikutnya!

Narasumber dan Peserta ESK-23 2016, Yogyakarta
Narasumber dan Peserta ESK-23 2016, Yogyakarta

Catatan ESK 22: Pengembangan dan Eksplorasi Geotermal di Indonesia

Pembicara dan Peserta ESK Berfoto Bersama
Pembicara dan Peserta ESK Berfoto Bersama

Jakarta, FGMI Online-Geotermal merupakan sumber energi alternatif yang memiliki sejarah panjang dalam hal pemanfaatannya. Geotermal sudah dimanfaatkan sejak zaman romawi untuk pemanas ruangan dan pemandian air panas. Kemudian pada tahun 1904, untuk pertama kalinya, dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik di lapangan geotermal Lardrello, Italia. Hingga pada akhirnya energi panas bumi mulai dikomersilkan pada tahun 1913.

Secara garis besar, pemanfaatan geotermal dibagi menjadi dua macam yaitu direct use dan indirect use. Direct use merupakan pemanfaatan geotermal secara langsung berupa pemandian air panas, pengering dan pemanas. Sedangkan indirect use merupakan pemanfaatan geotermal secara tidak langsung untuk pembangkit listrik.

Sistem geotermal yang ada di dunia dominan terletak di wilayah sekitar Ring of Fire yang berkaitan erat dengan pembentukan sistem geotermal. Negara-negara yang memiliki dan memanfaatkan potensi geotermal untuk pembangkit listrik adalah Negara Amerika utara dan latin, Iceland, sebagian kecil Eropa (Italia & Jerman), Jepang, Filipina, Kenya, Indonesia dan New Zealand. Sekedar informasi, lima negara dengan kapasitas listrik geotermal terbesar secara berurutan adalah USA, Filipina, Indonesia, Mexico, NewZealand.

Sistem geotermal yang ideal harus memiliki sumber panas, reservoar (fluida dan batuan permeabel), dan batuan penudung (clay cap). Sumber panas pada sistem vulkanik biasanya berupa batuan intrusi (sumber panas bergantung jenis sistemnya) yang mengalirkan panasnya secara konduktif ke reservoar. Di reservoar, fluida terpanaskan dan terjadi aliran panas konveksi. Akibatnya, fluida tersirkulasi di dalam reservoar dan sebagian kecil muncul ke permukaan melalui struktur geologi membentuk manifestasi permukaan. Fluida yang mengalir ke permukaan akan mengalami penurunan temperatur akibat tekanan dan suhu permukaan sehingga terbentuklah clay cap (terbentuk pada temperatur tertentu). Manifestasi utama yang merupakan penanda sistem geotermal di permukaan muncul dalam beberapa bentuk yaitu Fumarole, Solfatara, Steaming Ground, Warm Ground, Neutral Hot Spring dan Acid Hot Spring.

Sistem geotermal secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu Sistem Hidrotermal, Geopressured, Hot Dry Rock dan Magmatic System. Sistem hidrotermal merupakan sistem geotermal yang paling ideal untuk dimanfaatkan karena memiliki sumber panas yang terasosiasi dengan daerah vulkanik atau intrusi dan fluida sebagai media pembawa panas. Sistem geopressured merupakan sistem geotermal yang sumber panasnya berasal dari tekanan massa batuan di atas reservoar, sehingga sistem ini umumnya terdapat di daerah sedimen. Sistem Hot Dry Rock merupakan sistem yang memiliki sumber panas temperatur tinggi namun tidak memiliki fluida, biasanya di sebabkan oleh impermeabilitas batuan di sekitar sumber panas. Sistem magmatik merupakan sistem geotermal yang memanfaatkan magma secara langsung sebagai sumber panas. Ada banyak klasifikasi lain yang dilakukan terhadap sistem geotermal diantarnya berdasarkan Heat Flow (Konduksi dan koveksi), Entalpi (High entalpi, Moderate dan Low entalpi), Topografi (Flat dan High terrain) dan sebagainya. (Ajeng.Red)

Sistem geotermal Indoneisa letaknya berada di sekitar volcanic arc dengan susunan batuan tufa, breksi, andesit, basalt yang kekerasannya sedang sampai sangat keras. Reservoir geotermal terdiri dari H2O dan uap air dengan temperatur 230-330oC dan tekanan 35-150Ksc serta sifat cadangan yang sustainable. Teknologi pengeboran yang dapat dipakai untuk eksplorasi geotermal adalah pahat jenis insert, fluida bor water base mud dengan waktu pemboran biasanya 40 hingga 70 hari.

Secara garis besar, tahapan eksplorasi geotermal terdari 3 tahap utama yaitu tahap Eksplorasi (2 tahun), Development (2-3 tahun) dan Commercial (25-30 tahun). Para geosaintis (geologi, geokimia dan geofisika) memililiki peran paling besar pada tahap eksplorasi dan development. Untuk memperoleh well targeted yang baik tentu saja para geosaintis harus melakukan kolaborasi karena ketiganya memiliki peran yang sama penting dan saling membutuhkan. Secara umum, geologi berperan menentukan volcanic history, volcanic structures dan geothermal activity. Geokimia berperan untuk menentukan perkiraan suhu reservoar, water type, fluid flow dan jenis sistem reservoar. Geofisika berperan dalam menentukan struktur resistivitas, struktur densitas, geometri reservoar, kedalaman reservoar dan ketebalan reservoar.

Permasalahan utama yang dialami dalam melakukan pengembangan geotermal di Indonesia terletak pada masalah ekonomi dan regulasi. Permasalahan ekonomi terdiri dari tingginya biaya eksplorasi karena biaya eksplorasi seluruhnya ditanggung pengembang, harga jual yang tidak sesuai biaya eksplorasi dan perlunya negosiasi harga dengan PLN sebagai pembeli tunggal. Permasalahan regulasi yang sering terjadi di lapangan adalah izin berbelit keberbagai pihak dan tumpang tindih undang-undang tentang panas bumi dengan undang-undang kehutanan.

Indonesia diharapkan kedepannya dapat memiliki kapasitas listrik geotermal terinstal sebesar 7.1 GW pada tahun 2025 dan menjadi negara dengan pemanfaatan geotermal untuk listrik yang terbesar di dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah diharapkan dapat mendukung dan membantu menyelesaikan permasalahan pengembangan geotermal di Indonesia.

FGMI melakukan Audiensi dengan Komite Eksplorasi Nasional (KEN)

Suasana diskusi FGMI dengan KEN
Suasana diskusi FGMI dengan KEN

Jakarta, FGMI Online – Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) melakukan audiensi dengan Komite Eksplorasi Nasional (KEN) di Jakarta, Jumat, 22 April 2016. Audiensi dipimpin langsung Ketua KEN Dr. Ir. Andang Bachtiar, MSc. dan didampingi Sekjen, Koordinator, dan staf Bidang Riset KEN, serta staf sekretariat KEN lainya. Dari FGMI dipimpin oleh Ketua FGMI, Aveliansyah didampingi Penasehat FGMI, Ketua, dan Pengurus Divisi Litbang, Pengurus Divisi SM IAGI, Pengurus Divisi IT dan Keanggotaan,  dan Pengurus Divisi Sosial Kemasyarakatan.

KEN menyatakan kesiapannya mendukung program peningkatan kompetensi geosaintis muda dan mahasiswa yang dilakukan FGMI. Selain itu, KEN sangat mendukung riset inovatif yang selaras dengan program prioritas yang dilakukan geosaintis muda. KEN adalah suatu institusi ad-hoc yang bertugas mempercepat dan menyelaraskan proses eksplorasi di industri ekstraksi.

Kegiatan audiensi dibuka Pak Andang dan kemudian dilanjutkan Ketua FGMI dengan dimulai perkenalan serta dilanjutkan presentasi hasil survei tentang “Tantangan Geosaintis Muda Indonesia di Masa Harga Minyak Dunia yang Rendah Saat Ini”. Saat presentasi disampaikan hasil survei, implikasi, serta rekomendasi.

Hasil survei yaitu:

1. 98% responden berpendapat harga minyak mentah dunia saat ini sangat rendah. Februari 2016, harga minyak menyentuh angka $33/barel (terendah dalam 15 tahun terakhir).
2. Beban pekerjaan bervariasi ada yang bertambah, tidak ada perubahan, dan berkurang. Sedangkan jumlah tim dalam setiap pekerjaan didominasi berkurang dalam kondisi tak ada perubahan terhadap jam kerja.
3. Dominan responden (65%) menyatakan tidak ada perubahan dan 32% responden menyatakan mengalami penurunan gaji. Akan tetapi 65% mengalami pengurangan tunjangan dan fasilitas yang diterima. Selain itu jumlah pelatihan dan fieldtrip serta program beasiswa berkurang.
4. Pemutusan hubungan kerja bertambah dan penerimaan lowongan kerja berkurang.
5. Berwirausaha di bidang non migas adalah antisipasi paling banyak dipilih (60%).
Implikasi:
1. Kemungkinan ke depan akan ada generation gap antara senior dan junior di satu perusahaan.
2. Terhambatnya proses eksplorasi yang diakibatkan oleh harga minyak mentah dunia yang rendah.
3. Munculnya kampus geologi baru (28 kampus) membuat supply SDM lebih banyak dibandingkan pembukaan lowongan kerja dari industri ekstraksi.
4. Peningkatan kompetensi yang terhambat sebagai akibat dari tidak ada/berkurangnya nya pelatihan dan fieldtrip.
Saran dari FGMI:
1. FGMI merekomendasikan agar setiap perusahaan migas dan tambang membuka lowongan magang untuk para lulusan terbaru.
2. FGMI mendorong pemerintah intensif melakukan penelitian geosain dan eksplorasi energi dengan melibatkan para geosaintis muda.
3. FGMI akan menggalakkan program Experience Sharing Knowledge (ESK) sebagai alternatif program kursus yang banyak di hilangkan dari perusahaan, serta menggandeng organisasi profesi/institusi lainnya untuk bekerja sama.
4. FGMI merekomendasikan agar setiap kampus menanamkan spirit geopreneurship terhadap para mahasiswanya.
5. FGMI mendorong setiap kampus untuk memperkuat bidang geologi kelautan, geologi teknik, dan geologi lingkungan agar para lulusannya siap untuk mengisi program pembangunan pemerintahan saat ini.

FGMI dalam kesempatan ini juga mengharapkan adanya dukungan dari KEN dalam bentuk institusi/personal netwok, pemakain ruangan, dan pemateri dalam pelaksanaan Eksperience Sharing Knowledge (ESK) atau kegiatan pengembangan kemampuan geosaintis. Selain itu juga FGMI mengharapkan adanya riset/eksplorasi yang melibatkan geosaintis muda.

Pak Andang menyatakan kesiapan KEN dalam mendukung kegiatan ESK yang diadakan FGMI. Mengenai riset/eksplorasi perlu dimulai dengan memahami istilah riset dan eksplorasi adalah suatu bentuk kegiatan sama. Sehingga dengan pemahaman itu kegiatan eksplorasi/riset tidak lah harus mahal. Riset berarti menemukan data/hasil yang baru, tidak hanya selalu terpaku oleh data seismik dan sumur.

Riset dasar geologi dan teknologi sangat dibutuhkan saat ini. Sebagai contoh riset tektonik indonesia, riset model sedimentologi khas Indonesia, riset teknologi untuk pencitraan geologi bawah permukaan di bawah/di antara endapan gunung api yang sangat banyak ditemukan di Indonesia. Tema riset eksplorasi yg menjadi fokus KEN dalam bidang migas yaitu gas biogenik, Petroleum system di daerah volkanogenik dan sub-volkanik, shale gas/oil,dan batuan pra-Tersier di Indonesia bagian barat. 

Perwakilan FGMI bersama dengan KEN
Perwakilan FGMI bersama dengan KEN

 

Generasi muda sangat diperlukan untuk menyukseskan program riset di Indonesia. Ide yg out of box dan hasil penelitian inovatif mudah keluar dari dari kepala pemuda/pemudi. Sehingga program riset dari FGMI perlu disinkronisasi dengan kebutuhan riset kebumian nasional. 

Selain bidang migas, di KEN juga terdapat bidang geothermal dan bidang minerba. Dalam bidang minerba dari Mas Gayuh Putranto (Penasehat FGMI) mengusulkan adanya suatu database online yang terbuka yang bisa diinput secara berjamaah semacam wikipedia.

Di bidang pengembangan mahasiswa geosain diusulkan untuk memperkuat riset khas Indonesia dan tidak sekedar memakai text book yang diadopsi dari penelitian di luar negeri. Selain itu untuk para geosaintis muda dan mahasiswa sangat perlu dibekali dan diperdalam kemampuan geopreneur, yaitu kemampuan wirausaha yang berdasarkan atas kecintaan dan keahlian terhadap cabang ilmu kebumian sehingga dapat memiliki nilai ekonomis.

FGMI Experience Sharing Knowledge (ESK) ke-21

IMG_1159

Jakarta, FGMI Online – Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) kembali menyelenggarakan Experience Sharing Knowledge (ESK) pada hari Sabtu, 2 April 2016, dan bertempat di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. ESK merupakan acara bertukar ilmu yang rutin diadakan oleh FGMI dan dihadiri oleh para professional muda serta mahasiswa di bidang geosaintis.

ESK kali ini menghadirkan dua pembicara yang membahas mengenai isu-isu terbaru di bidang geosaintis. Pembicara pertama adalah Ketua FGMI, Aveliansyah, yang membahas mengenai “New Perspective of North West Java Basin”, dilanjutkan oleh Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan FGMI, Prihatin Tri Setyobudi dengan topik “Aplikasi Geologi Permukaan dan Model Sedimentologi untuk Eksplorasi Migas”.

Dalam presentasi yang pertama, Aveliansyah, Geologist Ekplorasi di PHE ONWJ menjelaskan mengenai studi mengenai North West Java Basin. Studi lanjutan di ONWJ menunjukkan bahwa terdapat reservoir yang berusia lebih tua dibandingkan Talang Akar. Reservoir ini diindikasikan sebagai sediman yang kebanyakan dapat diinterpretasikan sebagai basement. Basement yang berumur cretaceous pada cekungan ONWJ membutuhkan studi lanjutan supaya dapat memetakan keberadaan basement yang sebenarnya ada di cekungan ini. Berbagai pertanyaan mengenai reservoir dan diagenesis turut diajukan oleh peserta.

Pada sesi yang berikutnya, Prihatin Tri Setyobodi dari GDA Consulting menjelaskan mengenai pemeteaan geologi permukaan terintegrasi di Kutai Hulu dan studi model lingkungan pengendapan modern cekungan lisu Danau Singkarak untuk eksplorasi migas. Keseluruhan diskusi berlangsung menarik dan interaktif dan para partisipan turut aktif mengajukan berbagai pertanyaan kritis serta masukan yang membangun mengenai topik yang dipresentasikan oleh para pembicara.

Di akhir ESK, terdapat presentasi mengenai survei tentang pengaruh harga minyak dunia saat ini terhadap pekerjaan para geosaintis muda Indonesia. Survei dilakukan dalam bentuk kuesioner yang dipubilkasikan di website resmi FGMI pada 28 Februari hingga 1 Maret 2016. Hasil survei menunjukkan lesunya industri migas dan dampak negatif yang muncul terhadap berbagai aspek beban kerja. Di sisi implikasi mengenai pekerjaan geosaintis muda, meningkatnya supply sarjana geosaintis baru telah membuat semakin kompetitifnya persaingan di industri karena tidak diimbangi dengan jumlah demand yang malahan cenderung menurun. FGMI merekomendasikan pembukaan pelatihan magang, mendorong agar pemerintah menggalakan proyek penelitian eksplorasi energi yang melibatkan geosaintis muda, dan penanaman spirit geopreneurship.

Pengadaan ESK berikutnya diharapkan untuk membawa materi yang signifikan dan berwawasan, tidak hanya dari segi teknikal, melainkan juga untuk mendorong geopreneurship. FGMI mengucapkan banyak terima kasih kepada para pemateri dan peserta atas kehadiran dan partisipasi aktifnya dalam ESK 21 sehingga acara dapat berjalan lancar dan banyak materi edukatif yang didapat. FGMI juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Komite Eksplorasi Nasional (KEN) dan ESDM atas izin penggunaan gedung, juga kepada GDA Consulting dan PHE ONWJ. atas dukungannya sebagai pembicara. (cw/lm)

Sampai bertemu di ESK yang berikutnya!

Salam Geosaintis Muda Indonesia.

  • Jaringan

  • Follow Us On Instagram

  • Crown palace Blok C No. 28
    Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No 231
    Tebet, Jakarta 12870

    Telp:(021) 83702848 - 83789431
    Fax: (021)83702848
    Email: sekretariat@fgmi.iagi.or.id