Siklus Pertumbuhan Gunung Anak Krakatau

“Gaduhlah orang di dalam negeri

Mengatakan datang kapalnya api

Hati di dalam sangat siksanya

Terkena demam hampir matinya”

        Sepenggal bait di atas merupakan bagian dari Syair Lampung Karam yang menceritakan kengerian dari erupsi besar Krakatau 1883. Krakatau merupakan sebuah kompleks gunung api yang terletak di tengah Selat Sunda dan terdiri atas Gunung Krakatau, sekarang Anak Krakatau, Pulau Panjang, Pulau Sertung, dan Pulau Rakata (Gambar 1). Pada tahun 1883, Krakatau mengalami erupsi besar yang menyebabkan tsunami setinggi 20 m yang menyapu pesisir Lampung & Banten (PVMBG, 2014) dan membentuk sebuah kaldera besar yang di dalamnya muncul Gunung Anak Krakatau. Di akhir tahun 2018, Gunung Anak Krakatau kembali mengalami erupsi yang menghancurkan tubuhnya dan menyebabkan tsunami setinggi 5-13 meter di sepanjang pesisir Banten & Lampung (BBC Indonesia, 2019). Jauh sebelum erupsi 1883 & 2018, Krakatau pernah mengalami erupsi besar lainnya di tahun 535-536 M (PVMBG, 2014 dan Abdurrachman, dkk., 2018). Melihat sejarah Krakatau yang mengalami pembentukan dan penghancuran tubuhnya menunjukkan adanya sebuah siklus pembentukan dan penghancuran Krakatau hingga menjadi Anak Krakatau (PVMBG, 2014 dan Abdurrachman, dkk., 2018).

Gambar 1 Kompleks Gunung Krakatau (Dokumentasi pribadi, 2020)

        Periode I adalah pembentukan Gunung Krakatau purba yang menghasilkan aliran lava diselingi oleh endapan batuapung. Aliran lava yang ditemukan berupa aliran lava andesit berwarna abu-abu kehitaman (Gambar 2) dengan struktur kekar berlembar, jigsaw fit, dan autobreksia serta menunjukkan ciri gelasan yang dapat dijumpai di P. Panjang, P. Sertung, dan P. Rakata.  Periode II adalah periode penghancuran Gunung Krakatau purba yang diperkirakan meletus sekitar tahun 535-536 Masehi dan menghasilkan produk erupsi aliran lava, aliran piroklastik, dan jatuhan piroklastik. Produk erupsi ini dapat ditemukan di Pulau Rakata, Panjang, dan Sertung serta meninggalkan dinding kaldera di Pulau Rakata, Panjang, dan Sertung. Aliran piroklastiknya berwarna kecoklatan (Gambar 3) dengan ukuran butir lapilli-blok yang terdiri atas fragmen litik abu-abu, kecoklatan, dan hitam serta menunjukkan 1 kali perlapisan bersusun normal.

Gambar 2 Aliran lava Gunung Krakatau purba (Dokumentasi pribadi, 2020)
Gambar 3 Aliran piroklastik Gunung Krakatau purba (Dokumentasi pribadi, 2020)

        Periode III adalah pembentukan Gunung api Rakata, Danan, dan Perbuwatan yang kemudian bersatu membentuk Gunung Krakatau. Produk erupsinya diperkirakan berasal dari sekitar tahun 1200 Masehi berupa perselingan antara aliran lava dan jatuhan piroklastik. Produk erupsi ini dapat ditemukan di Pulau Rakata berupa aliran lava andesit berwarna abu-abu kecoklatan (Gambar 4) bertekstur afanitik, autobreksia, dan diterobos oleh retas-retas andesit-basalt (PVMBG, 1986) sedangkan jatuhan piroklastiknya berwarna merah kecoklatan berukuran lapilli dengan fragmen litik dan scoria (Gambar 5).

Gambar 4 Aliran lava Krakatau (Dokumentasi pribadi, 2020)
Gambar 5 Jatuhan piroklastik Krakatau (Dokumentasi pribadi, 2020)

        Periode IV adalah periode penghancuran Gunung Krakatau pada tahun 1883 yang menghasilkan kaldera letusan 1883. Produk erupsinya didominasi oleh aliran piroklastik, beberapa jatuhan dan pyroclastic surge yang dapat ditemukan di Pulau Rakata, Panjang, dan Sertung. Aliran piroklastiknya memiliki ukuran butir lapilli-blok dengan fragmen berupa batuapung, litik, dan obsidian serta menunjukkan struktur perlapisan bersusun normal dan terbalik (Gambar 6).

Gambar 6 Aliran piroklastik 1883 (Dokumentasi pribadi, 2020)

        Periode V merupakan periode pembangunan Gunung Anak Krakatau dari kaldera letusan 1883. Kegiatan vulkanik Anak Krakatau sudah dimulai sejak tahun 1927 yang berlokasi di bawah laut. Pada tahun 1929, gunung api ini muncul di atas muka laut berupa dinding kawah yang terdiri atas abu, lapili, dan bongkah-bongkah lepas. Sejak 1927, Anak Krakatau masih terus mengalami kegiatan erupsi yang membangun tubuhnya berupa perselingan aliran lava dan endapan piroklastik. Di akhir tahun 2018, Anak Krakatau mengalami erupsi yang mengeluarkan aliran & jatuhan piroklastik (Gambar 7) serta menghancurkan sebagian tubuhnya. Erupsi ini juga menghasilkan sebuah danau kawah (Gambar 8) yang menjadi pusat erupsi baru dan saat ini sudah tertutup oleh kubah lava baru. Saat ini, Anak Krakatau masih terus mengalami erupsi yang membangun ulang tubuhnya.

Gambar 7 Endapan piroklastik 2018 (Dokumentasi pribadi, 2020)
Gambar 8 Danau kawah di tahun 2020 (Dokumentasi pribadi, 2020)

        Anak Krakatau yang kita lihat saat ini memiliki sejarah geologi yang panjang dan diwarnai dengan periode pembentukan dan penghancuran tubuhnya. Terdapat lima periode pembentukan dan penghancuran sejak Gunung Krakatau purba hingga Anak Krakatau. Di setiap periode terlihat adanya perulangan pembentukan kaldera sebelum terbentuknya gunung api baru di dalamnya. Dengan melihat siklus ini, tidak menutup kemungkinan di masa depan Anak Krakatau akan mengalami erupsi besar yang menghasilkan kaldera dan membentuk gunung api baru, Gunung Cucu Krakatau mungkin namanya.

 

Daftar Pustaka

Abdurrachman, M., Widiyantoro, S., Priadi, B., dan Ismail, T. (2018). Geochemistry and Structure of Krakatoa Volcano in the Sunda Strait, Indonesia. Geosciences, 8(4), 111.

Bongkahan Anak Krakatau yang picu tsunami di Banten dan Lampung dipetakan di dasar lautan diakses melalui laman https://www.bbc.com/indonesia/majalah-50804413 pada 23 November 2021.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (1986). Peta Geologi Gunung Anak Krakatau. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (2014). Data Dasar Gunung Api: Krakatau. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Admin2 FGMI

Leave a comment

  • Jaringan

  • Follow Us On Instagram

  • Crown palace Blok C No. 28
    Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No 231
    Tebet, Jakarta 12870

    Telp:(021) 83702848 - 83789431
    Fax: (021)83702848
    Email: sekretariat@fgmi.iagi.or.id