Belajar “Peka” Terhadap Bencana Alam Melalui Kajian Fisik Bumi

        Secara geografis Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Hindia dan Pasifik. Indonesia berada di wilayah lingkaran api pasifik atau cincin api pasifik dimana merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik seperti Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Dari kondisi geografis tersebut tidak melulu membawa keberuntungan bagi Indonesia, namun juga ada dampak negatif dari kondisi tersebut yaitu rawan mengalami bencana alam.

        Bencana alam yang terjadi pada berbagai wilayah di Indonesia sangat bervariasi, dengan magnitude dan frekuensi yang relatif tinggi. Bencana alam tersebut menyebabkan kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan penyebabnya, bencana alam dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) bencana alam yang disebabkan oleh alam itu sendiri dan (2) bencana alam yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

        Bencana alam merupakan fenomena geosfer yang dipermasalahkan, karena itu sangat penting untuk dipahami oleh masyarakat. Untuk dapat memahami fenomena bencana alam secara komprehensif, perlu dilakukan pemahaman dan pembelajaran geografi fisik dengan kaitannya terhadap bencana dengan metode studi lapangan (Khafid, 2016). Geografi fisik adalah ilmu yang menggambarkan dan menerangkan perbedaan dan persamaan ciri-ciri wilayah fisik permukaan bumi. Ini tidak berarti, bahwa perbuatan manusia tidak mempunyai tempat dalam geografi fisik, karena lingkungan fisik permukaan bumi mempengaruhi dan dipengaruhi perilaku manusia.

        Mengutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, keadaan fisik wilayah Indonesia dapat dikenali dari keadaan geologi, bentuk muka bumi dan iklim. Ketiga faktor tersebut saling terkait dalam mempengaruhi keadaan fisik wilayah Indonesia. Keadaan geologi Indonesia yang merupakan tumbukan dari tiga lempeng tektonik mengakibatkan pembentukan rangkaian pegunungan termasuk gunung berapi dan menyebabkan potensi gempa bumi bahkan tsunami. Bentuk muka bumi Indonesia merupakan kepulauan sehingga memiliki garis pantai yang panjang, akibat dari kondisi geologis mengakibatkan bentuk muka bumi Indonesia dapat dibedakan berupa dataran rendah, dataran tinggi, bukit, gunung dan pegunungan.

        Namun permasalahan bangsa ini terletak pada kurangnya pemahaman fenomena bencana alam, karena masyarakat kurang memiliki ilmu geografi yang cukup khususnya geografi fisik dengan kaitannya terhadap tanggap bencana. Pembelajaran geografi fisik memiliki label ruang, tempat, lingkungan, dan peta untuk meningkatkan pemahaman bencana alam terutama yang disebabkan oleh perilaku manusia dengan memperhatikan aspek keruangan, kelingkungan dan kewilayahan.

        Khafid (2016) menjelaskan bahwa pembelajaran materi geografi fisik dengan metode studi lapangan memiliki kontribusi besar dalam mencegah dan menanggulangi fenomena bencana alam terutama bencana alam yang diakibatkan oleh perilaku manusia, misalnya luapan lumpur panas Lapindo Brantas Sidoarjo sebagai akibat dari pengeboran minyak bumi melebihi kedalaman. Melalui kajian geografi, penanganan lumpur panas, antara lain: skenario 1: pengaliran lumpur panas Sidoarjo melalui Sungai Porong menuju ke Pesisir dan Selat Madura. Pilihan ke Selat Madura memang merupakan pilihan yang sangat berat dari sudut pandang lingkungan. Karena itu, pengkajian yang komprehensif sangat diperlukan untuk menindaklanjuti bencana tersebut. Skenario 2: penanganan luapan lumpur panas Sidoarjo dengan pembatasan dibuat berdasarkan: (1) mengikuti kemauan dari luapan lumpur itu sendiri yaitu mau membentuk gunung lumpur, kalau tidak dibatasi maka gunung lumpur akan meluas menutupi banyak tempat dan akan mengganggu banyak infrastruktur, dan (2) analog dengan bencana gunung api sehingga kita bisa melakukan pembagian zona berdasarkan tingkat bahaya. Dari contoh salah satu fakta bencana yang terjadi di Indonesia tersebut menggugah masyarakat akan sadar tanggap bencana dan upaya dalam pengurangan resiko bencana.

Gambar 1 Foto udara kondisi wilayah Kecamatan Porong, kiri: saat terjadi luapan lumpur panas, kanan: sebelum terjadi luapan lumpur panas. Sumber: http://terra-image.com/
Gambar 2 Luapan lumpur panas yang merendam pemukiman warga. Sumber: https://Sindonews.com/
Gambar 3 Kondisi geologi sekitar lokasi lumpur panas. Diduga Patahan Watukosek menjadi jalan keluarnya lumpur. Sumber: https://geologi.co.id/
Gambar 4 Foto udara kondisi terkini luapan Lumpur Panas Lapindo. Sumber: http://terra-image.com/

        Maka dari itu urgensi peningkatan pengetahuan dan pemahaman geografi fisik beserta ilmu bantu geografi lainnya dalam kaitannya pada bencana alam dengan metode studi lapangan menjadi sangat penting mengingat salah satu upaya dalam peningkatan kesadaran tanggap bencana dan pengurangan resiko bencana.

 

Referensi

Khafid. 2016. Pemahaman Fenomena Bencana Alam Melalui Metode Studi Lapangan Dalam Geografi Fisik Sebagai Unifying Geography.

Sutikno. 2006. Kajian Geografi Dalam Menyikapi Bencana Lumpur Panas Lapindo Brantas, Sidoarjo.

Pakde. 2006. Citra Satelit Dampak Lumpur Sidoarjo. Diakses melalui https://geologi.co.id/2006/09/25/citra-satelit-dampak-lumpur-sidoarjo/ pada tanggal 3 Oktober 2021 pukul 20.37 WIB.

Widiyani. 2020. Dampak Positif dan Negatif Kondisi Geografis Indonesia, ini penjelasannya. Diakses melalui https://travel.detik.com/travel-news/d-5131154/dampak-positif-dan-negatif-kondisi-geografis-indonesia-ini-penjelasannya pada tanggal 4 Oktober 2021 pukul 15.03 WIB.

Admin2 FGMI

Leave a comment

  • Jaringan

  • Follow Us On Instagram

  • Crown palace Blok C No. 28
    Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No 231
    Tebet, Jakarta 12870

    Telp:(021) 83702848 - 83789431
    Fax: (021)83702848
    Email: sekretariat@fgmi.iagi.or.id